Hello !! >

Hi, welcome to my world, enjoy this blog :D

Minggu, 23 Agustus 2020

Allah Maha Baik

 Allah Maha Baik

Pernah dengar kan, bahwa cara Allah mengabulkan doa itu ada 3 jenis? Yaitu dikabulkan saat ini, ditunda, atau diganti dengan yang lebih baik. Aku percaya, sangat percaya karena setelah 24 tahun hidupku, aku menyadari bahwa Allah sebaik itu gaes dalam mengabulkan doa. Bahkan untuk doa yang sangat remeh, Allah kabulkan! Ajaib ya, baik banget Allah tuh :’)

Aku ingat, waktu aku SMP, aku pernah mempunyai keinginan remeh bahwa profilku akan diliput media dan bisa masuk majalah/koran. Dan masya Allah, meskipun keinginan itu hanya terbersit di hati, belum aku ucapkan atau tulis dalam wish list atau aku lantunkan dalam doa, Allah kabulkan. Dan nggak hanya sekali gaes, 3 kali.

Pertama, profilku ada di majalah SMPIT Harapan Bunda edisi perdana, karena saat itu aku mendapat amanah menjadi ketua OSIS. 

Kedua, profilku ada di majalah rohis SMAN 2 Semarang, karena aku menang beberapa lomba. 

Ketiga, profilku ada di majalah LPM Manunggal Undip, karena saat itu aku merintis bisnis Anne Vector.

Itu adalah mimpi yang menurutku remeh, namun Allah mau mengabulkannya.  Baik banget kan Allah.

Aku juga pernah membayangkan untuk beli laptop dengan uang sendiri. Waktu itu aku masih SMP, dan aku senang banget menulis. Aku jadi berpikiran bahwa suatu saat aku bisa beli laptop pakai uangku sendiri. Waktu itu aku hampir lupa kalau aku pernah punya keinginan itu, karena orangtuaku sudah menyediakan laptop untuk aku, bahkan sampai aku bekerja juga masih memakai laptop yg disediakan orangtuaku. Namun ternyata kondisi pandemi memaksaku membeli laptop baru, karena laptop yang lama kurang maksimal untuk pekerjaanku, dan sekarang aku punya laptop yang aku beli pakai uang sendiri.  Again, one of my dreams comes true. Ajaib ya, baik banget Allah itu :’)

Kepindahanku ke Jakarta juga adalah keinginanku yang dikabulkan Allah. Aku beberapa kali membicarakan hal ini kepada temanku, bahwa aku berencana pindah cari kerja ke Jakarta. Sebulan terakhir sebelum kontrak di pekerjaan sebelumnya hampir selesai, aku memasukkan beberapa lamaran pekerjaan ke beberapa tempat.

Aku hanya berpikir, bila ada yang menjawab lamaran kerjaku, berarti memang aku ditakdirkan untuk pindah kerja. Namun bila belum diterima, maka aku akan mengambil langkah aman untuk meneruskan kontrak kerja di pekerjaan lama. Dan voila! 3 hari setelah memasukkan lamaran, ada telpon interview dari English Faster Jakarta, lalu tes tulis via online, dan di akhir pekan aku diminta untuk micro teaching langsung di Jakarta. Alhamdulillah lolos juga. Dan English Faster berbaik hati menunggu kontrakku di pekerjaan lama habis sebelum mulai bekerja di Jakarta.

Kurang baik apa lagi coba Allah? Baik banget kan gaes :’)

Beberapa waktu ini aku sempat berpikiran bahwa aku tidak lagi ingin bermimpi, aku sempat merasa bahwa percuma untuk bermimpi. Ada rasa takut bahwa apa yang aku impikan belum tentu dikabulkan, ada perasaan takut bahwa nanti aku akan sakit dan kecewa saat mimpiku tidak bisa aku capai. Namun aku teringat kembali, bahwa Allah punya 3 cara mengabulkan doa. Dan aku mulai percaya lagi, bahwa Allah pasti berikan yang terbaik menurut versi Allah.

Ya Allah, maafkan aku yang sempat berputus asa. Aku percaya, Allah Maha Baik. Allah Maha Baik.

Senin, 15 Juni 2020

Gelap. Aku Butuh Pertolongan.

Belakangan aku merasakan jiwaku diselimuti kegelapan. Kegelapan yang ada di sekelilingku tampak merenggut cahaya yang mencoba masuk dari celah celah yang kian menyempit. Sesak. Aku sulit bernapas.

Bayangan dari skenario-skenario keji mendadak muncul dan tidak dapat terbendungkan. Mendorong. Menendang. Mencekik. Bisa-bisanya emosi seperti ini bersemai dan tumbuh hingga akarnya mencengkeram kuat dalam palung jiwaku. Jiwaku meronta. Aku butuh pertolongan.

Luapan emosi ini harus disalurkan. Aku tidak bisa menahannya lebih lama. Emosi yang kian hari menggores luka yang lebih dalam.

Sampaikan saja, sayang. Agar jiwamu tenang.

Maka kukerahkan segenap nyali untuk mengurai benang yang kusut. Satu persatu, ikatannya coba kulepas. Berhati-hati, supaya tidak menciptakan luka lain.

Namun aku gagal.

Emosi yang tersalurkan ini belum selesai. Ia, entah bagaimana, menemui jalan buntu. Muak. Entah kata apa yang lebih halus untuk menjelaskan duduk perkara. Hanya masalah perbedaan. Namun aku tidak mendapatkan apa yang aku butuhkan dari permasalahan ini.

Perasaan dihargai.

Seorang sahabat pernah bilang, bahwa sejatinya hati yang terluka hanya butuh menerima kata maaf yang tulus. Kata maaf tulus bagaikan air  yang mampu padamkan api.

Permintaan maaf yang penuh kerendahhatian, bukan permintaan maaf dengan sejuta pembelaan.

Emosiku sedang tidak stabil. Jiwaku sedang tidak baik-baik saja. Aku lelah akan bayang-bayang iblis yang menyuruhku membunuhmu. Tidak. Aku bukan pembunuh. Apa ini yang dirasakan orang orang psikopat? Keinginan besar untuk membunuh. Tapi aku beruntung bisikan itu tidak mengambil alih akal sehat dan nuraniku

Seandainya kau mau mendengar barang sebentar, bukan sibuk menyanggah dan membuatku merasa lebih rendah. Seandainya kau mau hargai perasaanku, sekalipun itu kau anggap tidak masuk di nalarmu, mungkin luka ini akan sembuh.

Gelap. Aku butuh pertolongan.

Kamis, 07 Mei 2020

Mimpi Yang Saya Perjuangkan

Belakangan, pikiran saya banyak tersita untuk hal hal yang menyeramkan. Dunia. Hal hal yang bersifat duniawi memang selalu menyeramkan.

Saat ini, saat semua orang sedang sibuk bertahan hidup, saya disibukkan dengan pertanyaan pertanyaan tentang mimpi yang saya kejar.

Dalam situasi pandemi ini, saya bersyukur bahwa penghasilan saya masih cukup untuk saya tabung. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup, cukup. Sehingga saya tidak terlalu pusing.

Tapi ketika fokus saya adalah mengejar mimpi, dan saya tahu persis ada garis batas minimal yang telah ditentukan untuk saya bisa mencapainya, maka saya mulai mempertanyakan banyak hal yang ada di dunia, termasuk mimpi saya sendiri.

Pikiran pikiran yang membuat saya pusing.

Mungkin saya salah, karena membuat standar kebahagiaan saya berada di titik yang tinggi.

Bila menengok masa kecil saya, sepertinya apa yang saya hadapi saat ini benar benar berbeda dari apa yang saya biasa hadapi.

Saat saya kecil, hal simple seperti makan eskrim di hari yang panas sudah sangat membuat saya bahagia. Makan eskrim di saat bahagia juga membuat kebahagiaan saya berlipat lipat. Saat gajian misalnya. Makan eskrim jadi selebrasi tersendiri yang luar biasa membahagiakan.

Bila menengok masa kecil saya, saya menemukan diri saya tidak pernah berada di titik ini. Titik dimana saya merasa sangat tidak berdaya. Meskipun memang, sejatinya manusia tidak punya kuasa atas segala hal yang ada.

Saya tidak merasa sedih ketika tidak berhasil diterima di SMA N 3 Semarang pada waktu itu. Saya justru merasa sangat bersyukur karena berada di SMA N 2 Semarang. Banyak hal yang saya rasa sangat berharga dalam perjalanan hidup saya kala itu.

Tuhan yang punya kuasa. Mungkin ini yang saya lupa. Saya dengan jumawa membanggakan prestasi yang telah saya raih, menganggap bahwa usaha saya berbuah hasil yang manis. Semanis eskrim di hari yang terik selepas gajian.

Pun saya masih berpikir bahwa usaha saya saat ini, pasti akan berbuah manis di masa yang akan datang.

Tapi saya sadar itu tidak sepenuhnya benar.

Saya tidak tahu apa yang menunggu di depan saya 10 tahun ke depan, 5 tahun ke depan, bahkan 5 menit ke depan. Semua yang ada di depan saya sejatinya telah diatur sedemikian rupa.

Saya sadar memang ada takdir yang bisa diubah, mengingat bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan sebuah kaum, kecuali kaum tersebut yang mencoba mengubah diri mereka sendiri.

Tapi saya lupa, ada takdir yang tidak bisa diubah.

Di titik ini, saya mempertanyakan mimpi saya. Apakah mimpi ini layak diperjuangkan?

Apakah standar kebahagiaan baru saya akan benar benar membuat saya bahagia?

Di usia saya sekarang, sebetulnya sangat wajar untuk merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis. Jatuh cinta, normal. Tidak ada yang salah.

Saya terlanjur menentukan kebahagiaan saya dengan versi yang saya inginkan. Hidup bahagia bersama orang yang saya sayangi.

Namun kemudian saya dihantamkan pada kenyataan bahwa jatuh cinta itu tidak mudah. Untuk bisa bersama dengan orang yang saya cintai itu sangat tidak mudah. Lantas hal ini membuat standar kebahagiaan saya menjadi berada di tempat yang sangat tinggi sehingga saya harus terseok seok dalam upaya untuk meraihnya.

Saya sempat mencoba berpikir positif, bahwa semua usaha saya akan berharga untuk dikenang di masa tua.

Apalah daya, bila yang ternyata muncul justru konflik konflik pelik di dalam diri saya. Perasaan tidak diterima. Perasaan dianggap hina. Perasaan perasaan menyakitkan yang harus saya tanggung demi mencapai mimpi saya.

Apakah saya layak untuk tidak bahagia?

Padahal Allah menjadikan hidup ini mudah. Kejarlah ridho Allah, maka bahagia akan mengikuti.

Karena kebahagiaan apapun yang sifatnya duniawi, semua itu fana. Semua akan hilang. Semua akan musnah.

Pada akhirnya, semua akan kembali padaNya. Maka apa yang lebih menjanjikan dibandingkan janji Allah?

Lantas, apakah mimpi yang saya perjuangkan, benar benar layak untuk diperjuangkan? Dengan tidak adanya jaminan kebahagiaan yang menanti di depan, dengan segala ketidakpastian yang menanti di depan, saya mulai mempertanyakan mimpi saya.

Bahagia yang sebetulnya mudah untuk diraih, mengapa saya buat susah? Bahagia yang sebetulnya sederhana, mengapa saya buat rumit?

Sahabat saya benar, saya harus belajar mengikhlaskan takdir apapun yang Allah gariskan untuk saya. Semenyakitkan apapun.

Karena apapun yang dijanjikan dunia, tidak ada yang bisa menandingi janji Allah. Karena sejatinya, janji Allah tidak pernah salah.