Hello !! >

Hi, welcome to my world, enjoy this blog :D

Kamis, 07 Mei 2020

Mimpi Yang Saya Perjuangkan

Belakangan, pikiran saya banyak tersita untuk hal hal yang menyeramkan. Dunia. Hal hal yang bersifat duniawi memang selalu menyeramkan.

Saat ini, saat semua orang sedang sibuk bertahan hidup, saya disibukkan dengan pertanyaan pertanyaan tentang mimpi yang saya kejar.

Dalam situasi pandemi ini, saya bersyukur bahwa penghasilan saya masih cukup untuk saya tabung. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup, cukup. Sehingga saya tidak terlalu pusing.

Tapi ketika fokus saya adalah mengejar mimpi, dan saya tahu persis ada garis batas minimal yang telah ditentukan untuk saya bisa mencapainya, maka saya mulai mempertanyakan banyak hal yang ada di dunia, termasuk mimpi saya sendiri.

Pikiran pikiran yang membuat saya pusing.

Mungkin saya salah, karena membuat standar kebahagiaan saya berada di titik yang tinggi.

Bila menengok masa kecil saya, sepertinya apa yang saya hadapi saat ini benar benar berbeda dari apa yang saya biasa hadapi.

Saat saya kecil, hal simple seperti makan eskrim di hari yang panas sudah sangat membuat saya bahagia. Makan eskrim di saat bahagia juga membuat kebahagiaan saya berlipat lipat. Saat gajian misalnya. Makan eskrim jadi selebrasi tersendiri yang luar biasa membahagiakan.

Bila menengok masa kecil saya, saya menemukan diri saya tidak pernah berada di titik ini. Titik dimana saya merasa sangat tidak berdaya. Meskipun memang, sejatinya manusia tidak punya kuasa atas segala hal yang ada.

Saya tidak merasa sedih ketika tidak berhasil diterima di SMA N 3 Semarang pada waktu itu. Saya justru merasa sangat bersyukur karena berada di SMA N 2 Semarang. Banyak hal yang saya rasa sangat berharga dalam perjalanan hidup saya kala itu.

Tuhan yang punya kuasa. Mungkin ini yang saya lupa. Saya dengan jumawa membanggakan prestasi yang telah saya raih, menganggap bahwa usaha saya berbuah hasil yang manis. Semanis eskrim di hari yang terik selepas gajian.

Pun saya masih berpikir bahwa usaha saya saat ini, pasti akan berbuah manis di masa yang akan datang.

Tapi saya sadar itu tidak sepenuhnya benar.

Saya tidak tahu apa yang menunggu di depan saya 10 tahun ke depan, 5 tahun ke depan, bahkan 5 menit ke depan. Semua yang ada di depan saya sejatinya telah diatur sedemikian rupa.

Saya sadar memang ada takdir yang bisa diubah, mengingat bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan sebuah kaum, kecuali kaum tersebut yang mencoba mengubah diri mereka sendiri.

Tapi saya lupa, ada takdir yang tidak bisa diubah.

Di titik ini, saya mempertanyakan mimpi saya. Apakah mimpi ini layak diperjuangkan?

Apakah standar kebahagiaan baru saya akan benar benar membuat saya bahagia?

Di usia saya sekarang, sebetulnya sangat wajar untuk merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis. Jatuh cinta, normal. Tidak ada yang salah.

Saya terlanjur menentukan kebahagiaan saya dengan versi yang saya inginkan. Hidup bahagia bersama orang yang saya sayangi.

Namun kemudian saya dihantamkan pada kenyataan bahwa jatuh cinta itu tidak mudah. Untuk bisa bersama dengan orang yang saya cintai itu sangat tidak mudah. Lantas hal ini membuat standar kebahagiaan saya menjadi berada di tempat yang sangat tinggi sehingga saya harus terseok seok dalam upaya untuk meraihnya.

Saya sempat mencoba berpikir positif, bahwa semua usaha saya akan berharga untuk dikenang di masa tua.

Apalah daya, bila yang ternyata muncul justru konflik konflik pelik di dalam diri saya. Perasaan tidak diterima. Perasaan dianggap hina. Perasaan perasaan menyakitkan yang harus saya tanggung demi mencapai mimpi saya.

Apakah saya layak untuk tidak bahagia?

Padahal Allah menjadikan hidup ini mudah. Kejarlah ridho Allah, maka bahagia akan mengikuti.

Karena kebahagiaan apapun yang sifatnya duniawi, semua itu fana. Semua akan hilang. Semua akan musnah.

Pada akhirnya, semua akan kembali padaNya. Maka apa yang lebih menjanjikan dibandingkan janji Allah?

Lantas, apakah mimpi yang saya perjuangkan, benar benar layak untuk diperjuangkan? Dengan tidak adanya jaminan kebahagiaan yang menanti di depan, dengan segala ketidakpastian yang menanti di depan, saya mulai mempertanyakan mimpi saya.

Bahagia yang sebetulnya mudah untuk diraih, mengapa saya buat susah? Bahagia yang sebetulnya sederhana, mengapa saya buat rumit?

Sahabat saya benar, saya harus belajar mengikhlaskan takdir apapun yang Allah gariskan untuk saya. Semenyakitkan apapun.

Karena apapun yang dijanjikan dunia, tidak ada yang bisa menandingi janji Allah. Karena sejatinya, janji Allah tidak pernah salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar