Hello !! >

Hi, welcome to my world, enjoy this blog :D

Selasa, 08 Januari 2013

You Are My Special


“Far!” panggilku. Yang dipanggil tidak menyahut, entah hanya perasaanku atau memang benar adanya, dia seperti membuang muka dariku.
                “Fara! Tunggu..” aku setengah berlari mencoba mendekat, mensejajari langkahnya di koridor.
                “Aduh, aku lupa!” Fara menepuk jidat, kemudian seakan aku tidak lebih dari bayangan, dia berlari kesetanan, kembali ke kelas. Hei, Fara, bahkan setelah bel tanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar berbunyi pun kamu nggak mau bersamaku? Bah! Entahlah, aku yakin bukan cuma firasat. Terang sekali Fara mencoba menjauhiku. Bahkan aku yakin Fara tidak benar-benar meninggalkan sesuatu di kelas.
                Oke, baiklah. Jika 100 kilometer adalah batas kesabaran yang bisa ditempuh seseorang, maka aku sudah berlari sejauh itu dan kini aku berada di kilometer ke 101. Dan bila air sedanau digunakan untuk menakar sebanyak apa senyum yang mungkin kumiliki, maka kamu sudah menegak habis seluruhnya. Danau itu kering, sekering senyumku. Aku harus bisa menerima kenyataan ini.Hari ini mungkin menjadi ulang tahun terburukku sepanjang masa. Aku mendengus kesal, kemudian meninggalkan sekolah.
***
              
  Ya, entah apa yang terjadi dengan Fara. Aku benar-benar buta akan duduk permasalahan. Fara marah? Tidak biasanya dia bersikap dingin seperti tadi. Ingatan manusia memang terbatas, tapi, sepanjang yang bisa kuingat, aku tidak mengucapkan sepatah kata menyakitkan pun, atau melakukan tindakan yang bisa dibilang wajar membuatnya marah.
                Tidak hari ini, tidak kemarin. Bahkan kalau ingatanku mampu menyentuh hari-hari dibelakang dan dibelakangnya lagi, sepertinya tidak. Baru hari ini Fara mendiamkanku. Kemarin saja kami masih asyik mengobrol layaknya sahabat yang baru bertemu setelah sekian tahun terpisah. Oh, kurasa aku hiperbolik. Intinya aku heran, jengkel, marah.
Hp-ku berdering, telepon masuk.
“Halo.”
“Halo, ini Nina?” suara khas nenek-nenek menyapa telingaku. Ada dua yang kuserap. Satu, ternyata nenek yang menelepon. Dua, ternyata nomor nenek belum tersimpan di kontak.
“Iya Nek, ini Nina,” jawabku singkat, namun riang.
“Selamat ulang tahun ya Nina, maaf nenek nggak bisa kasih apa-apa,” suara ceria khas nenek-nenek cukup membuat senyumku kembali. Kemudian obrolan khas nenek dan cucu dalam telepon pun mengalir. Wejangan satu-dua, kabar kesehatan keluarga, dan lain-lain kemudian berakhir dengan titipan salam untuk masing-masing anggota keluarga.
Sebenarnya aku ingin telepon itu dari Fara, meskipun nomor yang tertera bukan nomor Fara yang kusimpan. Detik-detik pertama suara nenek menyusup, aku berharap itu milik Fara, meskipun sedetik kemudian suara itu sudah beradaptasi dan kukenal benar sebagai suara nenek. Dan meskipun untuk sedetik yang lalu senyumku kembali, itu belum cukup untuk hari ini, my sweet seventeen. Sangat kurang untuk membuatku merasa spesial, walaupun untuk kisaran waktu 24 jam ini.. saja.
Spesial. Buang saja kalimat itu. Sumpah palsu kanak-kanak ompong nan ingusan.
***
                “La..la..la..la..la..laa..” dua gadis kecil saling berpegangan tangan, berjalan beriringan menuju bukit belakang rumah. Bersenandung riang ala Lala Telletubbies.
                Yang satu Fara 110 cm, yang lain Nina 115 cm. Dengan selisih tinggi badan yang tidak terlampau jauh, bangku yang selalu berdampingan , rumah yang bersebelahan yang bahkan memungkinkan untuk saling menyapa lewat jendela kamar masing-masing sebelum tidur, menjadikannya pantas menyebut dua gadis tersebut sebagai sahabat.
                “Nin, buat janji sahabatan yok,” ajak Fara 110 cm dengan rambut ikat dua-nya.  Nina, gadis 115 cm dengan rambut dora-nya mengangguk. Dalam beberapa menit kedua gadis itu berdiskusi, kemudian berteriak lantang, meskipun beberapa kali salah dan berkali-kali mengulang teriakan mereka.
                “Kami adalah sahabat yang paling spesial. Fara dan Nina, spesial selamanya di hati! Ye.. ”
***
Saat ini, sudah lewat sekian tahun dari sumpah perdana itu. Aku, Nina, saat ini sudah setinggi 163 cm dan bukan lagi gadis berambut dora, tentu saja. Dan Fara, selisih tingginya saat ini bahkan semakin tipis denganku, dia 161. Dan bukan sesuatu yang ‘wah’ tentunya, dia berbeda sekali dengan Fara sekian tahun yang lalu. Apalagi hari ini, sama sekali bukan Fara yang menyenangkan. Sisa-sisa aura menyenangkan yang biasa tampak padanya sepertinya hilang bagai debu tersapu badai. Tanpa bekas.
Di sisa waktu yang sedikit dari 24 jam spesial ini, aku sudah pasrah. Sudah tidak ada lagi yang bisa mengubah beberapa jam yang belum kulalui, setara dengan 24 jam penuh kesenangan seperti yang kuinginkan. Aku bahkan tidak berniat keluar dan mengintip taburan berlian di lautan hitam yang seakan memayungi bumi itu. Aku memandangi beberapa bingkisan dari orang-orang terdekatku. Sedetik, dua detik. Kemudian aku memutuskan.
Tadinya aku berjanji pada diriku sendiri bahwa kado pertama yang akan kubuka adalah kado dari Fara, sahabatku. Namun, mungkin Fara lupa, atau bahkan pura-pura lupa dan sengaja menjauhiku, entah kenapa.
“NINA !!” aku tersedak, hampir saja aku merobek bungkusan pertama kalau pintu kamarku tdak dibuka dengan paksa dan dia tidak masuk sambil menjerit. Mataku terbelalak juga, itu Fara!.
“Ikuti aku,” Fara menutup mataku dengan selembar kain dan menuntunku entah kemana. Namun begitu Fara membantuku memakai sandal dan udara dingin membelai kulitku, cuma satu yang aku pikirkan. Bukit belakang rumah. Dan ternyata tebakanku tepat.
“Happy birthday Nina, happy birthday Nina, happy birthday, happy birthday, happy birthday Ninaa…” Fara membuka penutup mataku. Begitu seluruh fokus sudah berkumpul di mataku, pemandangan bukit nan indah menyambutku. Dengan lilin-lilin yang belakangan kuhitung jumlahnya 17 bertebaran di sudut-sudut yang menawan dipandang dari tempatku berdiri. Beratapkan langit dengan kilau bintang yang sempurna, dan lihat. Fara, orang yang sepanjang hari membuang muka dariku, berdiri dengan kue coklat berbentuk bintang. Hei, tahukah kalian? Aku sangat, sangat menyukai coklat, dan bintang, dan… aku speechless.
Selama ini aku jarang menangis, namun kali ini ttidak mampu kubendung sekeras apapun aku mencoba. Aku benar-benar menangis. Fara memelukku hangat dan membimbingku mengikrarkan sumpah persahabatan bersama-sama.
“Kami adalah sahabat yang paling spesial. Fara dan Nina, spesial selamanya di hati! Ye.. ”.
***
Kawan, bahkan tanpa harus kujabarkan semua disini, kalian tentu bisa menyimpulkan sendiri. Bahwa beberapa jam yang tersisa dari 24 jam yang kuharapkan, mampu mengembalikan seluruh air di danau senyumku. Bahwa beberapa jam terbaik ini, sempurna menghapus berjam-jam mengesalkan yang sempat membuatku marah. Bahwa sahabat sejati, selalu memberikan yang terbaik.
Dan bahwa, pantas bagiku mengatakannya.
“Fara, You Are My Special!”.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar