Buku pertama dari Tere-Liye yang aku baca berjudul “Moga
Bunda disayang Allah”. Waktu itu aku masih
SMP, sampul bukunya pun masih berupa sosok anak kecil duduk dikelilingi
pohon dengan banyak burung berterbangan di langit. Jujur melihat sampulnya aku
tidak begitu tertarik, namun Adila, salah seorang temanku, merekomendasikan
buku itu untuk aku baca.
“Bacano Dep, buku ini bagus banget!” kira-kira seperti itu
caranya ‘memaksaku’ membaca novel yang ditodongkannya di depan hidungku.
Maka yang terjadi kemudian adalah aku pinjam buku itu dari
perpustakaan dan kubawa pulang.
Don’t judge the book
by it’s cover. Kalimat bijak tersebut memang benar. Entah pada titik apa di
dalam novel itu kali pertama aku jatuh cinta, dan kubuktikan cinta itu dengan
membaca novel itu sampai tuntas dan urut. Tidak loncat-loncat, tidak melewati
bagian yang membosankan. Pokoknya TUNTAS.
Tes. Tes. Tes.
Novel itu sukses membuat air mata hangat mengalir
meninggalkan sarangnya. Adila benar, novel itu benar-benar bagus. Terimakasih Adila, aku suka. Dan biarlah
orang bilang aku cengeng. Memang cengeng. Tapi aku tidak malu untuk menangis
karena novel itu. Ah, pokoknya kisahnya benar-benar menyentuh.
Itu buku pertama.
Buku selanjutnya adalah “Hafalan Shalat Delisa”. Masih di
SMP. Kali ini judulnya tidak memancingku untuk membaca, bahkan sempat kukira
itu semacam buku panduan sholat. Tapi kali ini giliran Ustadzah Erva, guru
bahasa Indonesiaku, yang ‘memaksaku’ membacanya.
Reaksi tubuhku masih sama. Air mataku kembali tumpah,
berceceran di kasur, tempat favoritku untuk membaca. Tidak hanya terharu, di
situ aku juga kagum, Tere-Liye bisa mengambil latar peristiwa nyata yang sangat
lekat dengan ingatan seluruh warga Indonesia. Tsunami Aceh. Dari musibah yang
mahadahsyat itupun bisa lahir sebuah novel yang menyentuh. Aku hanya merasa
novel Tere-Liye sungguh indah.
Sumpah, aku jatuh cinta pada novel Tere-Liye. Dari
kelembutan karyanya aku sempat berpikir bahwa Tere-Liye adalah seorang perempuan.
Aku memang belum tahu Tere-Liye itu perempuan atau laki-laki, sampai sekian
waktu setelahnya ada yang memberitahuku. Ternyata beliau laki-laki. Wow.
Semangat menulisku sedang sangat baik di SMP, mungkin juga
semakin termotivasi dengan novel Tere-Liye yang kubaca. Selama SMP aku juga
membaca novel-novel lain selain karya Tere-Liye dan cukup suka dengan
novel-novel tersebut. Apa yang membuatku sampai jatuh cinta pada novel
Tere-Liye mungkin karena kelembutan kisahnya dan penuturannya yang indah. Yang
jelas aku lebih termotivasi untuk nulis cerpen. Pokoknya yang ada di pikiranku
hanya tulis apa saja yang ingin aku tulis, nggak peduli hasilnya bagus atau
nggak, yang penting ada pesan yang tersampaikan. Dan sempat juga terbersit
keinginan kelak ingin punya suami seperti sosok Tere-Liye, yang novelnya
membuatku jatuh hati. Lantas kemudian membuat novel duet bersama suami (he he
:p). Lupakan.
Novel lain yang latar peristiwanya unik menurutku adalah
“Sunset Bersama Rosie”. Bom Bali. Bayangkan, bahkan dari ledakan pun bisa jadi
novel! Keren.
Novel Tere-Liye lain yang sudah kubaca adalah:
-
Pukat, serial anak-anak Mamak
-
Amelia, serial anak-anak Mamak
-
Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
-
Rembulan Tenggelam di Wajahmu
-
Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah
-
Negeri Para Bedebah
-
Negeri di Ujung Tanduk
-
Ayahku (bukan) Pembohong
-
Bidadari Bidadari Surga
Satu buku kumpulan sajak yang pernah aku baca adalah :
-
Dikatakan atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta
Saking sukanya, aku pernah bercita-cita ingin melengkapi
koleksi novel karya Tere-Liye. namun selama ini aku baca hanya dengan cara
meminjam teman, bukan beli sendiri. Semoga kelak kalau punya uang banyak
cita-cita sederhanaku bisa terwujud (Aamiin..)
Bertemu dengan Tere-Liye.
Kali pertama aku melihat secara langsung sosok di balik
novel-novel yang aku baca. Meskipun aku suka novel beliau, namun aku tidak
pernah iseng mencari foto Tere-Liye di internet atau media sosial. Maka dari
itu aku sangat antusias ketika temanku mengajak ikut seminar yang diadakan
Mizan, Rohis di FEB Undip (kalau tidak salah) yang menghadirkan Tere-Liye
sebagai pembicaranya. Aku masuk ruangan dengan penasaran, seperti apa sih
Tere-Liye itu. Bahkan ketika aku sudah duduk manis di kursi, ketika beliau juga
sudah duduk manis di kursi pun aku masih belum ngeh kalau aku sudah seruangan dengan penulis yang novelnya
membuatku terpesona.
“Tere-Liyenya mana?” tanyaku pada Atikah, teman yang
mengajakku ikut seminar.
“Lah, itu lho Nis, yang duduk di sana.”
Aku melihat ke arah yang ditunjuk Atikah. Mana sih, yang mana sih? Aku mencari-cari.
“Kamu nggak pernah lihat mukanya toh di medsos?” tanya
Atikah. Aku menggeleng sambil cengengesan.
“Yah ntar lihat aja yang maju, pasti beliau duduk di depan
situ nanti.” Atikah membiarkanku berkutat pada rasa penasaranku.
Jeng jeng jeng.
Sosok dengan mata sipit, wajah agak chinesse, berkulit putih,
gaya anak muda dengan topi kupluk yang terpasang modis, menempati kursi yang
kata Atikah bakal ditempati oleh Tere-Liye sang novelis.
I-T-U T-E-R-E L-I-Y-E
?
Dalam bayanganku, sosok Tere-Liye akan terlihat seperti Kang
Abik-Habiburrahman El-Shirazy yang ‘bapak banget’. Benar-benar unpredictable.
Haha, maklum saya juga bukan madame peramal yang bisa membaca bola kristal xp
Mendengarkan Bang Tere berceloteh, berasa sedang membaca
novel beliau. Ternyata, bahasa tulisnya
Bang Tere memang sama seperti bahasa lisannya, Aku berasumsi. Lucu banget
deh pokoknya. Puitis tapi mengalir, seakan tidak dibuat-buat. Berasa seperti
Bang Tere sudah terlahir dengan kemampuan menyusun kalimat secara apik.
Dah pokoknya buat temen-temen yang belum pernah baca
novelnya Bang Tere-Liye, atau sedang mencari referensi Novel bagus yang
mendidik tapi juga indah, baca aja deh salah satu novel yang udah aku tulis di
atas. Insya Allah nggak nyesel deh. Selain yang tertulis juga masih banyak kok
novel lain karya Tere-Liye yang aku belum baca juga he he.
Buat Bang Tere-Liye bila suatu saat sedang iseng membaca
tulisan ini, terima kasih telah menulis novel yang menginspirasiku untuk terus
membaca :) dan
menulis :)
dan menjadi pribadi yang baik :)
semoga Bang Tere-Liye terus semangat berkarya untuk kemajuan bangsa. Aamiin...
Doakan aku supaya kelak bisa menjadi penulis keren seperti Bang Tere. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar