gambar diambil dari http://www.lapaswanitasemarang.com/ |
Aku di Lapas Wanita? Ya. Ramadhan
tahun ini memang super sekali. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tahun ini
Ramadhan bahkan membawaku ke Lapas! Lembaga Pemasyarakatan Wanita alias
penjara. Tempat yang paling tidak ingin aku kunjungi. Tempat yang menurutku
paling seram-setelah kuburan dan kamar mayat. Tempat yang-maaf- berisi
orang-orang jahat.
Dalam bayanganku, penjara akan
terlihat suram dengan nuansa hitam seperti yang ditampilkan di TV. Pun
orang-orang di dalamnya, pasti akan berwajah sangar nan seram. Belum lagi
penjaganya, pasti badannya kekar dan tatapannya setajam belati. Sekali lagi,
ini hanya berdasarkan imajinasiku.
Melalui seorang ustadzah
yang aku kenal, Ramadhan mengajakku mengintip secuil kehidupan di sana. Lapas
Wanita Semarang. Letaknya di JL. MGR.Sugiya Pranoto No. 59 Semarang, dekat Taman Madukoro. Kalau dari Tugu Muda ambil
arah Pasar Bulu, lalu lurus terus sampai bundaran Taman Madukoro, kemudian
putar balik. Maka Lapas Wanita ada di sebelah kirimu. Beliau adalah Bu Umi, ustadzah
yang akan memberikan sedikit siraman ruhani di Lapas Wanita. Bu Umi adalah
ibu dari teman SD-ku, kami sudah sangat dekat selayaknya saudara, dan beliau
mengajakku untuk sebuah kebaikan. Siapa yang sanggup menolak kebaikan? Apalagi
di penghujung Ramadhan yang sebentar lagi akan pergi meninggalkan sejuta umat.
Maka sore itu usai salat ashar, kami berangkat. Perjalanan dari rumah memakan
waktu sekitar satu jam naik motor, hingga tibalah kami di sana pukul empat
sore.
Pintu gerbang Lapas yang terbuat
dari besi atau seng itu tertutup rapat, seperti yang ada di TV. Yang membuatku
kagum, di sebelah pintu gerbang terdapat rambu-rambu bagi pengunjung.
Rambu-rambu tersebut berisi larangan membawa tas, handphone dan lain
sebagainya. Ajaibnya, terdapat tulisan yang kira-kira berbunyi seperti ini:
“Dilarang memakai celana atau rok mini” dan “Dilarang memakai baju
tanpa lengan”. Catat ini: Rok mini dan baju tanpa lengan! Bahkan di Lapas,
tempat yang menampung orang-orang yang sedang menjalani hukuman itu, kesopanan
dalam berpakaian benar-benar dijaga. Ini menurutku sangat ajaib!
Ketika Bu Umi mengetuk pintu itu,
kotak kecil di pintu tersebut terbuka, dan terlihat kedua mata sang penjaga
Lapas. Bertanya maksud kedatangan.
“Saya yang akan mengisi
pengajian, Pak.” kira-kira begitulah Bu Umi berkata saat itu.
“Silakan, Bu.” Bapak-bapak
penjaga tersebut membukakan pintu gerbang, lalu segera menutupnya kembali
begitu kami berada di dalam. Apakah bapak itu seseram imajinasiku? Ternyata
tidak. Penampilan beliau rapi dan tegap, seperti pasukan pengibar bendera.
Kemudian seorang petugas wanita
memeriksa kami dan menyimpankan tas yang kami bawa di tempat penyimpanan.
Setelah dikalungkan co-card bertuliskan “TAMU”, Bu Umi mengajakku menuju
aula.
Wah! Di dalam terrnyata cukup
asri, kawan. Banyak pepohonan, dan rumah rumah tahanan pun berhias cat
bunga-bunga. Tetapi tetap saja aku bergidik ngeri melihat banyaknya tahanan di
sana. Perempuan. Ada yang tua, ada ibu-ibu, ada juga yang masih terlihat muda.
Bahkan tidak sedikit yang berdandan, terpoles lipstik nan cantik! aku jadi
kalah cantik dibanding mereka. Ditambah, semua tahanan memakai rok panjang!
Nampaknya itu memang seragam mereka. Sayang sekali aku tidak sempat menanyakan
mengapa para tahanan harus memakai rok panjang. Setahuku di Fakultas Kedokteran
Undip, mahasiswi diwajibkan memakai rok karena alasan medis, kaitannya dengan kesehatan
sistem reproduksi wanita. Entahlah bagaimana dengan aturan di sini.
Dan begitulah, Bu Umi lantas
memberikan sedikit tausyiah tentang Metamorfosa. Aku ikut menyimak, duduk di
sana satu ruangan dengan sekian banyak tahanan. Hal menarik yang disampaikan Bu
Umi saat itu sekaligus menikam jiwaku tanpa ampun. Bu Umi menjelaskan bagaimana
seekor ulat bulu yang jelek dan dibenci banyak orang mampu bermetamorfosa
menjadi kupu-kupu yang cantik dan disukai kebanyakan orang. Ulat bulu harus
melewati fase pupa, di mana ia tidak makan dan minum, lepas dari kenikmatan
yang biasa ia dapatkan untuk beberapa waktu.
Beliau mengaitkan hal ini
sekaligus dengan dua aspek yaitu penjara dan ramadhan. Allah menegur hambaNya
yang khilaf dengan cara dimasukkan ke dalam penjara. Di penjara, para tahanan
lepas dari keluarga dan segala urusan dunia, menjalani hukuman untuk beberapa
waktu dengan harapan esok tidak akan mengulangi keburukan atau kejahatan yang
sama. Sehingga ketika kelak dinyatakan bebas, para tahanan akan mampu menjadi
warga negara yang lebih baik.
Pun halnya dengan bulan suci
ramadhan. Allah membukakan pintu maaf selebar-lebarnya dan melipatgandakan pahala
kebaikan sebanyak-banyaknya, sehingga selepas ramadhan, kita manusia mampu
menjadi hamba Allah yang lebih baik dan dekat dengan-Nya.
Ya Allah! Ramadhan hampir saja
berakhir dan aku masih saja duduk santai. Apakah dosa-dosaku yang sebegitu
banyak sudah Engkau ikhlaskan, Ya Allah? Apakah satu bulan ini sudah
kumanfaatkan sebaik-baiknya untuk meraih ridho-Mu, Ya Allah? Apakah diri ini
lebih baik di hadapanMu daripada mereka yang selama ini kuanggap sebagai ‘orang
jahat’, Ya Allah? Atau justru lebih buruk bagiMu, Ya Allah? Ampuni hamba yang
memandang rendah mereka.
Astaghfirullahal’adzim... Astaghfirullahal’adzim... Astaghfirullahal’adzim...
Beberapa jam berada di Lapas
membuatku sedikit lebih sadar akan kemurahhatianMu, Ya Allah. Engkau menegur
mereka melalui penjara ini, dan Engkau sekaligus menegurku melalui Bu Umi dan pembelajaran
hari ini. Terima kasih, Ya Allah. Semoga Engkau mau menerima segala amal dan
menghapus segala dosa hambaMu ini Ya Allah.
Aamiin.. aamiin.. aamiin ya
rabbal ‘alamin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar