Hello !! >

Hi, welcome to my world, enjoy this blog :D

Jumat, 20 Desember 2013

IS is IStimewa!



IS is IStimewa. Mungkin yang membaca ini akan menarik kesimpulan, “Halah, tulisan ini dibuat sama anak IS, jadi wajar dikatakan IS is IStimewa”. Yah, itu juga salah satu alasanku. Meskipun awalnya passionku ada di program bahasa, namun ternyata takdir berkata lain. Inilah takdirku, sebagai anak IS, dan aku bangga! IS is IStimewa. Atau kalau ada yang berkomentar “Ngawur nih, bahasa Indonesia campur bahasa Inggris.” Suka-suka dong, ini bukan tentang tata bahasa, ini hanya isi pikiranku yang ingin kutumpahkan.


Sayangnya, banyak yang meremehkan IS, kalimat inilah yang melatarbelakangi lahirnya tulisan ini. Banyak anggapan bahwa anak IS itu tidak pintar. Kalau definisi pintar disini hanya sebatas mampu mengolah angka dan rumus atau mampu menyelesaikan soal fisika, tentu nggak adil bagiku, bagi kami, anak IS. Setekun apa pun kami, sebaik apa pun kami, bila definisi pintar hanya sebatas itu, tentu kami akan tetap terlihat bodoh. Sebaliknya mereka, anak IPA, seperti apa pun tetap saja akan terlihat genius. Bila definisi pintar hanya sebatas itu.

Kenyataannya pintar itu luas, kecerdasan itu luas kan? Ilmu itu nggak hanya sebatas fisika, kimia, biologi. Kami anak IS punya sosiologi, ekonomi, geografi (meskipun di perguruan tinggi ilmu ini masuk kategori IPA) yang tidak dipelajari anak-anak IPA. Anak IPA, logika mereka memang lebih bagus dari anak IS. Nggak heran, setiap saat mereka diberikan angka-angka dan rumus untuk mereka selesaikan, sementara anak IS hanya diberikan teori dan teori.

Ada pula anggapan bahwa IS itu hanya hafalan dan hafalan. Jangan salah, pelajaran IS memang banyak mengandalkan memori karena banyak hafalannya, namun kami anak IS juga dilatih untuk menganalisa permasalahan sosial. Sebagai anak IS kami dilatih untuk mampu menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang ada. IPA dan IPS memang berbeda, kawan. Tapi bukan berarti IS lebih buruk.
Jangan sekali-kali meremehkan anak IS.

Secara umum, anak IS memang lebih banyak ulah dibandingkan anak IPA. Yang membolos lah, yang ramai saat pelajaran lah, yang cerewet lah, yang susah diatur lah. Tapi, bukan mustahil anak IPA juga ada yang berbuat seperti itu kan?

Cobalah berhenti merendahkan kami. Anak IS bukan anak nakal, tapi kreatif. Nggak bisa diam. Otaknya selalu bekerja dan dipenuhi ide, sehingga menciptakan rasa gatal bila tidak berulah. Bila ide dan rasa gatal ini diarahkan kearah yang positif, maka kalian yang sempat meremehkan IS akan terpukau melihat kehebatan kami, anak IS. Bila anak IPA itu pintar, maka anak IS itu kreatif.

Kata salah satu guruku, sekian tahun setelah kelulusan tahun sekian, yang menjadi panitia reuninya kebanyakan anak IS. Ini cukup membuatku bangga sebagai anak IS.

Sedangkan bagiku sendiri, ada suka duka belajar IS. Terkadang teori-teori yang terlalu banyak itu menyebabkan ngantuk atau bosan saat pelajaran berlangsung. Namun nggak jarang juga materi yang diberikan terasa sangat menarik, salah satunya yaitu pelajaran sejarah.

Mungkin kalian juga akan berpikir “Apa asyiknya belajar sejarah? Hanya mempelajari masa lalu, move on dong!”. Yah, itu hak kalian untuk berpendapat. Namun bagiku, belajar sejarah itu sangat asyik. Seperti membaca cerpen, atau novel. Menyenangkan, tanpa beban. Anak IPA juga dapat pelajaran sejarah, namun tidak sedetail anak IS. Detail inilah yang membuatku merasa tertarik. Menghubungkan silsilah raja-raja, menghubungkan peristiwa ini dengan peristiwa itu, kemudian mangut-mangut sendiri ketika berhasil menemukan benang merahnya. Rasanya asyik sekali.

Selain asyik, proses belajar kami terasa sangat santai. Santai, mengalir, tidak terlalu dituntut ini itu. Mungkin sedikit terbebani dengan banyaknya hafalan, namun rasanya tetap saja. Aku nggak pernah lagi merasakan ketakutan luar biasa ketika bingung menghadapi soal, seperti apa yang dulu aku alami di pelajaran fisika di kelas X. Rumitnya, masya Allah. 

Ekonomi-akuntansi juga sedikit rumit, namun tidak separah fisika. Sebagai anak IS, aku merasa sangat senang dan… bebas! Seperti tidak terlilit beban yang terlalu erat. Hm, ini juga alasanku nggak memilih program IPA ketika program bahasa tidak dibuka-karena tidak memenuhi kuota- di SMA ku. Aku nggak suka fisika.

Tapi fakta lain tentang jurusan IS di SMA ku, bisa dikatakan pada tahunku ini, IS adalah pilihan. Bukan buangan. Empat kelas full 30 anak, kelasku saja sampai 32 siswa. Padahal jurusan IPAnya saja ada yang tidak mencapai 30. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 20 anak per kelasnya, jelas kan, IS tahun ini merupakan pilihan.

Fakta lain, anak IS angkatanku juga pintar mengatur keuangannya sendiri. Anak IPA juga ada, tapi di kelasku spesial. Ada yang jualan pulsa, baju, tas, sepatu, wallsticker, Tupperware, alat tulis, sampai jualan makanan ringan. Bahkan yang kusebutkan tadi, seluruhnya ada di kelasku, 5 orang ada, lebih mungkin. Di kelasku, hampir seperti toserba, pelajar butuh apa? Ada! Mungkin setelah lulus nanti, akan berkembang menjadi masyarakat butuh apa? Ada!

Sebenarnya tidak masalah kalau kamu IPA dan bangga menjadi anak IPA, jujur aku tetap merasa kagum karena kalian mampu mengalahkan fisika, momok yang kutakuti. Bukan berarti pula aku menyombongkan IS dan diriku sebagai anak IS. Aku hanya ingin menumpahkan seluruh uneg-unegku disini. Seperti apa pun IS di mata kalian semua yang membaca tulisan ini, aku tetap pada keyakinanku, bahwa IS itu IStimewa! IS is IStimewa! :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar